Bacaan Kitab Setahun: Mazmur 24; Matius 24; Kejadian 47-48
Sekitar enam atau tujuh bulan yang lalu, mata dunia internasional tertuju ke Sudan. Perang saudara yang terjadi disana sungguh mengerikan sehingga tidak sedikit penduduk yang tidak ikut bertikai harus mengungsi sampai ke luar negeri. Mereka dijuluki "anak-anak terhilang" dari Sudan. Jumlah mereka yang keluar pun tidak sedikit, yaitu mencapai ribuan orang.
Di negara tempat para pengungsi ini tinggal sementara, mereka dituntut bisa beradaptasi dan melakukan kegiatan menghasilkan uang demi menghidupi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Bagi orang Sudan yang beragama Kristen, inilah saatnya mereka melihat secara langsung kehidupan orang-orang Kristen dimana mereka berada.
Sebuah artikel di National Geographic mengisahkan salah satu dari "anak-anak terhilang" yang kini menetap di Amerika Serikat. Ia mengatakan kepada jemaat gereja bahwa ia sangat bersyukur atas bantuan dari Amerika, dan juga atas iman yang ia pelajari melalui kesulitan. "Orang Amerika memercayai Alllah," katanya, "tetapi mereka tidak tahu apa yang dapat Allah lakukan."
Dalam ujian berat, kita bergerak dari teori menuju realitas saat mengalami kuasa Allah. Ketika tampaknya tak ada harapan, kita dapat membagikan perasaan Paulus yang berkata, "Beban yang ditanggungkan ke atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga atas hidup kami" (II Korintus 1:8). Tetapi, kita pun dapat belajar, seperti Paulus bahwa di masa kegelapan "kami jangan menaruh kepercayaan diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati"(ayat 9).
Jika hari ini Allah mengizinkan Anda berada dalam keadaan yang tanpa harapan, pertimbangkan kembali semua yang telah dilakukan dan masih tetap dapat dilakukan Allah yang Perkasa. Dengan memercayai Allah ketika dalam kesulitan, kita tahu apa yang dapat dilakukan-Nya dalam hidup kita.
Allah adalah satu-satunya sekutu yang dapat selalu kita andalkan.